
Oleh: Safrudin
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Nasional Jakarta dan Juga Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Jabodetabeka-Banten).
Pemerintahan Prabowo sebentar lagi akan memasuki fase 100 hari kerja terhitung mulai dari sejak dilantik pada tgl 20 Oktober 2024 lalu.
Sebagai pemerintahan yang baru, 100 hari kerja merupakan fase dimana mata, telinga, dan pikiran seluruh rakyat Indonesia fokus untuk melihat dan mendengar, kebijakan apa saja yang telah dibuat, dan hal apa saja yang sudah direalisakan oleh Prabowo atas janji-janji politik yang sudah terucap di masa kampanye.
Baca Juga : Irfan Soekoenay Sofifi Wajah Maluku Utara
Pada periode 100 hari kerja ini tak bisa dipungkiri kritikan dan pujian bermunculan, beberapa pihak menilai kinerja pemerintahan Prabowo tergolong lambat, sebagian lainya beranggapan sudah banyak yang sedang dikerjakan dan sudah dirasakan dampaknya.
Action dari kabinet gemuk mulai dipertanyakan, apakah memang karena masih fase transisi? Mengingat belum ada gebrakan signifikan dari kementerian-kementerian terhadap pembangunan yang berdampak langsung kepada masyarakat dan pada perbaikan negara.
Penggemukan kabinet itu Apakah hanya berorientasi pada pembagian jabatan atas kerja-kerja politik yang dilakukan oleh pihak-pihak dimasa kampanye? Atau memang diperlukan untuk percepatan pembangunan bangsa dan negara ini ? Pertanyaan yang mesti dijawab.
Konsolidasi internal yang berlarut-larut
Pada fase 100 hari kinerja pemerintahan prabowo ini. Pemerintah alih-alih fokus pada realisasi program, malah lobi politik dalam penentuan kebijakan yang lebih dominan. Terlihat dari beberapa waktu terakhir kita hanya melihat keluar masuknya menteri-menteri di gedung DPR yang berebutan menaikan anggaran.
Baca Juga : AccuWeather, Kerusakan dan Kerugian Akibat Kebakaran Hutan di Los Angeles, AS. 2025
Konsolidasi kekuasaan memang sesuatu hal yang wajib dilakukan oleh pemerintahan yang baru, demi tercapainya pemerintahan harmonis, menyusun kebijakan yang tepat dan berorientasi pada pembangunan negara.
Namun, konsolidasi tersebut tidak boleh berlarut-larut, perlu aksi nyata yang berdampak langsung terhadap masyarakat, lebih-lebih dalam sektor pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan ekonomi serta pelayanan publik yang lebih baik.
Sebagai refleksi, Penunjukan dan pemberian jabatan mestinya berdasarkan kompetensi dan akhlak budi bukan pada pertimbangan politik dan kekuasaan, agar semua bisa bekerja maksimal yang bertujuan pada kemaslahatan rakyat bukan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu.
Dengan Belum adanya aksi nyata yang berdampak terhadap masyarakat luas dari kabinet yang sangat gemuk ini, publik berhak curiga bahwa orang-orang yang mengisi posisi tersebut tidak kompeten. Prabowo mesti berpikir untuk mengkaji kembali komposisi kabinet merah-putih ini, agar tidak merusak kredibilitas pemerintahan dalam jangka yang panjang.
Keluar dari bayang-bayang
Selain daripada itu, dalam 100 hari kerja ini, pembangunan yang paling disoroti adalah proyek PIK 2, karena sangat berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat pesisir Tangerang. Proyek yang dibangun oleh agung Sedayu groub tersebut merupakan salah satu proyek yang masuk dalam PSN diakhir masa kepemimpinan presiden jokowidodo. Dalam proses pembebasan lahan di kawasan PIK 2 tersebut, terdapat dugaan pelanggaran HAM, perampasan ruang hidup, serta penindasan terhadap rakyat kecil.
Baca Juga : Tunjangan Sertifikasi Tak Cair, Sejumlah Guru di Kepsul Datangi Dinas Pendidikan
Beberapa hari lalu, publik dihebohkan dengan munculnya pagar laut misterius yang dicurigai milik agung Sedayu groub di kawasan pesisir Tangerang yang jelas-jelas hal tersebut menabrak aturan main bernegara..
Atas pemagaran laut misterius tersebut presiden memerintahkan TNI angkatan laut untuk membongkar pagar misterius tersebut.
Alih-alih ikut membantu dalam membongkar pagar laut yang mempersulit ruang gerak nelayan pesisir Tangerang itu, Menteri KKP malah melarang pembongkaran pagar tersebut dengan dalih masih dalam proses hukum. Padahal sudah jelas perintah presiden.
Dalam kondisi seperti ini, presiden Prabowo harus memperjelas posisi keberpihakannya. terhadap rakyat kecil ataukah korporat! Presiden Prabowo mesti mempertimbangkan kembali soal status PIK2 sebagai PSN dan mengevaluasi menteri KKP karena terdapat perbedaan visi dengan presiden.
Presiden Prabowo harus membuktikan bahwa pemerintahannya bukan sekadar kelanjutan dari presiden sebelumnya, bahwa negara bukanlah kekuasaan yang menindas, bahwa masih ada harapan untuk rakyat kecil hidup dengan baik di negara ini.
Harapan Masih ada
Di sisi lain program unggulan presiden Prabowo yaitu makan bergizi gratis (MBG) sudah mulai jalan terhitung sejak 5 Januari, program yang menyasar pelajar ini setidaknya menunjukkan komitmen pemerintahan terhadap peningkatan kualitas hidup rakyatnya.
Meski begitu program yang membutuhkan anggaran yang sangat banyak ini, mesti dijalankan dan dikelola dengan sebaik-baiknya oleh negara. Karena rentan dijadikan ladang korupsi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Kedepan presiden Prabowo perlu segera mempercepat realisasi program-program yang langsung berdampak dan kongkret untuk kemaslahatan rakyat. Belum terlambat untuk presiden Prabowo memilih dan memilah kembali komposisi orang-orang yang akan membantunya dalam pemerintahan. (*)