
Jakarta, Titiknusantara.com- Ambisi Indonesia untuk menjadi pionir energi hijau kembali diuji, Setelah sukses dengan program biodiesel B35, pemerintah kini bersiap melangkah lebih jauh dengan B40, dan menargetkan B50 pada 2026-2027. Namun, di balik optimisme ini, muncul pertanyaan mendasar.
Kebijakan biodiesel, yang dimulai sejak 2014, memang telah membawa dampak positif. Menurut Adi Lamunuhia, Wakil Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (IKA ISMEI), B35 berhasil menyerap 13,15 juta kiloliter biodiesel, menghemat devisa lebih dari USD 10 miliar, dan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 34,9 juta ton CO₂. Uji coba B40 pun menunjukkan hasil yang menggembirakan.
“Biodiesel bukan sekadar bahan bakar. Ia adalah alat rekayasa pembangunan ekonomi yang menyentuh banyak sektor,” tegas Adi.
Namun, kesuksesan ini tidak datang tanpa tantangan. Adi mengingatkan bahwa ada beberapa isu krusial yang perlu diatasi:
* Pasokan CPO: Mampukah Indonesia menjamin pasokan minyak sawit mentah (CPO) tanpa mengganggu sektor pangan?
* Infrastruktur: Apakah infrastruktur distribusi dan fasilitas pencampuran biodiesel sudah memadai di seluruh Indonesia?
* Insentif Fiskal: Bagaimana pemerintah menjaga harga biodiesel tetap terjangkau bagi konsumen dan produsen?
* Dampak Sosial dan Lingkungan: Bagaimana mencegah dampak negatif dari perluasan lahan sawit terhadap masyarakat adat dan lingkungan?
Dia Juga menekankan bahwa kebijakan biodiesel harus dilihat sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, bukan sekadar urusan teknis sektor energi. Keberhasilan B50 bukan hanya soal target campuran, tetapi juga tentang peningkatan kesejahteraan rakyat, kemandirian ekonomi, dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
“Pemerintah harus mempertimbangkan antara instrumen yang ‘worse-off’ dan ‘better-off’. Jangan sampai kebijakan ini justru membebani fiskal, merusak lingkungan, dan menimbulkan masalah sosial,” ujarnya. Minggu 10 Agustus 2025.
Untuk itu, Dia mendesak pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan evaluasi menyeluruh, melibatkan masyarakat sipil, dan memperhatikan nasib petani sawit kecil, UMKM, serta daerah-daerah produsen.
“Langkah menuju B50 bukan hanya soal meningkatkan kadar campuran biodiesel, tetapi juga menguji sejauh mana Indonesia siap menjadi pemimpin transisi energi berbasis potensi domestik,” pungkasnya.
Penulis: Box
Editor: Redaksi