
Oleh: Dzulkifli Kalla
(Direktur Melankolis Institute/Ketum PB HMMI 2021-2023).
Badan Pusat Statistik sebelumnya mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2025 mencapai 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), dengan nilai produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 5.947 triliun.
Hal ini menjadi kritikan keras, terlihat pada pandangan logis dari Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat laporan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tidak mencerminkan kondisi riil ekonomi saat ini. “Selisih datanya terlalu berbeda antara BPS dan PMI Manufaktur. BPS menghitung adanya pertumbuhan 5,68 persen (yoy) untuk industri pengolahan. Sementara akhir Juni 2025, PMI Manufaktur turun dari 47,4 menjadi 46,9. “Bagaimana mungkin PHK massal di padat karya meningkat, terjadi efisiensi dari sektor industri, bahkan di sektor hilirisasi juga smelter nikel ada yang berhenti produksi,”
Sementara dari keterangan Keterangan Deputi Neraca dan Analisis Statistik bahwa dari sisi produksi, penyumbang utama pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2025 adalah industri pengolahan menjadi penyumbang terbesar yakni 1,13 persen. Kemudian diikuti oleh perdagangan 0,70 persen, informasi dan komunikasi (infokom) 0,53 persen, serta konstruksi 0,47 persen.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 disumbang oleh komponen konsumsi rumah tangga yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB adalah konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 54,25 persen. Pada kuartal II tahun 2025, komponen ini tumbuh cukup kuat yakni sebesar 4,97 persen.
Namun perlu diperhatikan bahwa pada Pertumbuhan PDB Beberapa Lapangan Usaha (Y-on-Y) (Persen) Triwulan II 2024,Triwulan I 2025, dan Triwulan II 2025 Pertumbuhan ini terjadi pada seluruh lapangan usaha, Lapangan usaha yang tumbuh signifikan adalah Jasa Lainnya sebesar 11,31 persen, ini yang benar-benar menggambarkan kebingungan dalam sektor rill masyarakat hari ini, secara rill nyata dilapangan rakyat merasakan PHK sana sini, susahnya lapangan kerja, terhimpitnya modal usaha dan lainnya, yang tentunya ini tidak menggambarkan apa kondisi rill dari sektor lainnya tersebut, BPS harus menjelaskan detail Lapangan Usaha Jasa Lainnya itu maksudnya apa dan seperti apa, sebab ini sangat absurd. Ujar Dzulkifli Kalla Direktur Melankolis Institute yang juga Mantan Korwil XI ISMEI BEM Ekonomi Indonesia Timur.
Sementara, pada Pertumbuhan PDB menurut pengeluaran Konsumsi Pemerintah turun -0,33 persen, yang artinya ini bentuk Efisiensi atas Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang tentunya melambatkan transaksi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi dari belanja pemerintah, hal ini juga menggambarkan pelemahan pengeluaran rumah tangga, pada Pertumbuhan ini juga perlu dilihat pada sisi import yang mencapai 11,65 persen yang menjadi catatan kritis bahwa ketergantungan Import cukup tinggi.
Inilah beberapa contoh tidak realistisnya Pertumbuhan ekonomi dengan kondisi masyarakat hari ini. Sebagai refleksi bulan kemerdekaan dan Optimisme Ekonomi Nasional, dengan harapan Jalur sutra ekonomi dengan konektivitas antar daerah dan antar wilayah dapat membuat pergerakan positif pada kemudian hari, sebab ini menumbuhkan roda ekonomi yang massif dengan manajemen rantai pasokan yang lancar. Pada sisi yang lain, kesadaran konsumsi dan daya beli masyarakat diperkuat sehingga tidak terjadi saving ekonomi yang berkelanjutan sehingga melemahkan daya beli masyarakat pada umumnya (*).
Editor: Redaksi